art science museum singapore

Pertama kali ke Singapore jadi masih semangat cari-cari tempat asik buat didatengin dan destinasi pertama adalah ArtScience Museum. Sempat cari info harga tiket sebelum berangkat kesana dan dari beberapa referensi banyak yang bilang bisa dapet buy one get one free kalau punya member Marina Bay Sands.

Tempat untuk pembuatan member ada di dalam Marina Bay Sands Mall, ada semacam booth khusus yang menurut saya cukup mencolok jadi gampang ditemuin. Kalau gak nemu langsung tanya aja di bagian informasi, karena bakal dikasi map sama dikasih arahan gimana cara kesananya (waktu itu saya gitu soalnya, hehe). Pembuatan member sendiri gak terlalu susah, cukup nunjukkin paspor dan isi data diri di form mereka, dan member card bisa langsung jadi saat itu juga. Jangan lupa verifikasi email untuk aktifin member.

Balik ke ArtScience Museum, harga tiket masuk untuk satu orang sekitar S$17. Dengan nunjukkin member card Marina Bay Sands saya cuman bayar S$17 untuk 2 orang. ワァ──o(。´・∀・`。)o──ィ♪
Oh iya, waktu transaksi pakai member card nanti kita akan diminta pin. Kemarin saya sempat bingung karena gak merasa bikin pin, tapi akhirnya petugas museum itu paham kayaknya kalau saya gak ngerti, haha. Akhirnya dia bilang biasanya secara default pin pakai tanggal lahir dan ternyata bisa.

Ada apa aja di dalam ArtScience Museum?

Sebenernya ada beberapa exhibition di dalam museum ini, ada yang permanen ada juga yang bersifat temporary (setiap periode ganti). Saya sendiri lebih tertarik ke Future World: When Art Meets Science yang merupakan permanent exhibition di sini (kalau mau masuk ke semua exhibition harga tiketnya berbeda).

Di dalam Future World sendiri dibagi lagi menjadi beberapa section.

Nature

Black Waves
Melihat proyeksi deburan ombak-ombak ditambah dengan alunan instrumen yang menenangkan (tsaaah). Salah satu tempat yang banyak diminati untuk photo session, haha.

art science museum singapore

Menurut saya tempat ini cocok dibuat untuk bersantai karena disediain bantalan untuk duduk-duduk ataupun tiduran.


Town

Sketch Town
Section yang banyak diminati anak-anak karena disana mereka bisa gambar objek sesuka hati, kemudian diproyeksikan dengan menggunakan scanner menjadi gambar 3D.

art science museum singapore

Media Block Chair
Block-block ini bisa berubah warna kalau saling ditempelkan satu sama lain.
But, I love this section just because it's full of colors.

art science museum singapore

Park

Cuman sempet foto bagian atas padahal sebenernya di bawahnya ada section yang disebut Light Ball Orchestra. Satu area yang dipenuhi dengan bola-bola warna warni yang kalau dipegang bisa berubah warna dan suaranya. Dan lagi-lagi tempat ini banyak dipenuhi anak-anak. (。・ε・。)ムー

art science museum singapore

Space

Crystal Universe
Tempat kedua yang juga banyak diminati untuk tempat photo session. Untuk ambil foto disini susah-susah gampang. Untuk masuk ke instalasi ini biasanya cuman dibolehin jalan satu-satu, karena area untuk jalan cukup sempit takut merusak lampu-lampu disekitar. Butuh timing yang pas juga untuk ambil foto, karena bisa aja di depan masih ada orang yang lewat-lewat. Dan lagi, lampu-lampu ini warnaya berubah-ubah, jadi harus ngepasin pas lampunya bagus (kebetulan ini pas lagi abis meredup).

art science museum singapore

-- End of journey --

In conclusion, it was worth visiting ArtScience Museum! v( ̄ー ̄)v


Awalnya saya ngerasa agak kinchou (cemas; gugup) sebelum berangkat kesana, karena banyak yang bilang kalau suasana kantor di Jepang itu sangat kibishii (ketat). Apalagi saya termasuk orang yang agak susah untuk beradaptasi dengan suasana baru (termasuk ketemu orang-orang baru secara langsung). Tapi ternyata orang-orang disana sangat baik dan banyak membantu, jadi rasa cemas saya hilang. Tapi (lagi), yang namanya juga beda negara pastinya ada yang beda dari mulai budaya dan kebiasaan. Ada beberapa hal yang paling saya ingat selama ngantor disana.

1. Jarang Ngobrol Saat Kerja
Selama saya ngantor di sana rasanya jarang ada yang ngobrol gak penting di sela-sela kerja. Kalau ngantor di Indonesia biasanya di sela-sela kerja suka ada yang nyeplos misalnya,

"Eh, ada menu baru di resto xx loh, udah coba belom?"

atau

"Eh ini lagi ada promo loh, gak beli kah?"

dan obrolan lainnya yang gak ada hubungannya sama kerjaan tapi sering terdengar. Pas lagi ngantor di Jepang, saya jarang banget denger obrolan kayak gini pas jam kerja.

Meskipun orang Jepang jarang ngobrol bukan berarti sepi, malah cenderung ramai karena banyak yang suka diskusi langsung pas kerja. Ya, mungkin ada juga obrolan yang gak ada hubungannya sama kerjaan tapi saya yang gak denger, namanya juga beda bahasa mungkin ada kalanya saya yang gak nangkep ( ̄∀ ̄)

2. Gak Ada yang Nyemil Sambil Kerja
Kalau di Indonesia mungkin bukan suatu hal yang aneh ya kalau misalnya di sela-sela kerja kita nyemil sesuatu buat mengganjal perut. Tapi selama saya ngantor di Jepang saya jarang banget ngeliat orang-orang yang nyemil pas jam kerja di meja masing-masing.

Kalau di sini pas lagi laper bisa turun jajan ke Indomaret abis itu nyamil sambil kerja. Di sana, sebelah kanan-kiri orang-orang pada fokus liat ke layar semua, saya jadi sungkan kalau mau kunyah-kunyah sendiri. Jadi, saya harus sabar dan mengurungkan niat untuk nyemil pas kerja (´;ω;`)

3. Menyapa Setiap Kali Ketemu
Aisatsu (salam) memang menjadi salah satu hal yang penting di tempat kerja. Saat pagi ketika pertama kali bertemu dan saat sebelum pulang pasti mereka mengucapkan salam ke rekan-rekan kerja. Yang saya kaget ternyata di setiap kali waktu bertemu mereka juga gak lupa kasih salam. Iya setiap kali ketemu, jadi kalau ketemu 5 kali di kantor, ya salamnya 5 kali. Waktu gak sengaja ketemu papasan di lorong mereka menyapa, pas gak sengaja ketemu pas lagi ambil minum (dengan orang yang sama) disapa lagi. Saya sampe bingung, bukannya tadi udah ya?

Ungkapan sapaan yang mereka pakai adalah 'Otsukaresamadesu'. Menurut saya kata ini sangat praktis karena bisa dipakai di banyak kondisi. Kata ini biasanya diartikan menjadi 'Terima kasih atas kerjasamanya/kerja kerasnya.' Tapi kalau mau dicari padanan kata di dalam bahasa Indonesia kayaknya gak ada ya. Yang saya tahu 'otsukaresamadesu' ini bisa digunakan ketika baru pertama kali bertemu/bertegur sapa di hari itu (bukan baru pertama kali kenal) atau pas pulang setelah kerja. Tapi ternyata pas lagi gak sengaja ketemu lalu bertatap mata mereka juga pakai kata sapaan ini. Segitu pentingnya kasih salam bagi mereka. ('▽') 

Kesimpulannya...
Perbedaan budaya dan culture shock itu pasti ada, tapi menurut saya bukan suatu hal yang harus diperdebatkan, mana yang benar mana yang salah.
When in Rome, do as the Romans do.
Prinsip saya sama seperti peribahasa ini (tsaaah..). Ada kalanya memang kita yang harus beradaptasi dengan lingkungan baru yang sedang kita kunjungi.

After all, I met a great teammates though.
みんな、ありがとう!




Someone asked me..

"Kamu gak pengen kerja di Jepang?"

Then me..

"Engga ah, kalo ke Jepang tuh enaknya jalan-jalan daripada kerja. Tapi gak bakal liburan kesana juga dalam waktu dekat, mahaaal.. " 😛

Entah ini karena kemakan omongan sendiri apa gimana, ternyata akhirnya saya ditugaskan berangkat kesana untuk kerja. Berangkat bareng 1 temen kantor,  cuman seminggu sih, tapi lumayan dapat libur 2 hari pas weekend dan bisa merasakan gimana susana ngantor di Jepang, khususnya di Tokyo.

Selama di Jepang saya ngantor di Shiodome Media Tower, deket dari stasiun Shiodome kalau jalan kaki gak sampe 5 menit. Tapi, tempat saya nginap selama di sana agak jauh dari kantor, kira-kira jaraknya sekitar 3 stasiun, yaitu di kawasan Tsukishima.



Dari penginapan jalan ke stasiun Tsukishima sekitar 10 menit, terus naik Oedo Line sampai Shiodome kira-kira 7 menit (lebih lama jalan kakinya ya daripada naik keretanya...). 

Di Jepang saya menjadi (mau gak mau) sering jalan kaki, karena bepergian dengan menggunakan kereta memang mengharuskan kita untuk banyak jalan. Dari penginapan ke stasiun, dari stasiun ke kantor, kali dua karena pulang pergi ya begitu rutenya.

Welcome to train life!

Shiodome Station
Bagian yang cukup bikin pusing itu ngeliat rute map kereta di Jepang, karena disana ada banyak jalur dan perusahaan kereta. Masih lebih mudah naik MRT di Singapore daripada di Jepang. Tapi, zaman sekarang semua serba canggih, tinggal cari di Google sebenarnya juga bisa. Tinggal search destinasi dan get direction bisa langsung muncul jalur yang direkomendasikan.

Selain search lewat Google sebenernya ada juga app yang menurut saya cukup membantu, namanya Norikae Annai. Pertama kali download versi bahasa Jepang, tapi ternyata sekarang juga tersedia yang versi bahasa Inggris, namanya Japan Transit Planner.


Norikae Annai App, Japanese Version & English Version

Kejadian yang paling saya inget adalah perjalanan pertama kali dari kantor ke penginapan. Karena pertama kali tiba di Tokyo kita langsung menuju kantor, jadi pas pulang masih harus bawa-bawa koper. Waktu itu kita ditemani oleh Bapak Manajer dari divisi Engineering sebagai penunjuk jalan karena kita baru pertama kali kesana. Selama bawa-bawa koper kita selalu diarahin untuk naik lift waktu di stasiun. Masalah mucul ketika sudah sampai di Tsukishima dan mau keluar stasiun. Tampaknya si Bapak ini juga lupa-lupa inget sama arah pintu keluar (pintu keluar stasiun di Jepang banyak soalnya). Setelah dia ngeliat map, akhirnya dia bilang,

"Oh, lewat sini.."

Okay, kita ngikutin si Bapak, sampai pada akhirnya yang kita lihat hanya tangga menuju pintu keluar. Karena yang kita naikin adalah subway, otomatis pintu keluarnya pasti harus naik ke atas, tiba-tiba si Bapak bilang,

"Kayaknya gak ada lift deh disini, terpaksa harus lewat tangga.."

😱😱😱

mau gak mau harus naik tangga sambil bawa-bawa koper, dan itu anak tangganya gak sedikit 😭
Awalnya si Bapak nawarin mau bawain, tapi dengan cepat saya tolak karena sungkan. Gak mungkin juga saya tega nyuruh Bapak Manajer buat bawain koper saya. 😂

Begitu nyampe atas kerasa banget capeknya, ngos-ngosan 💦

つづく